Pagi itu hari libur
Ingin sekali aku mengajakmu
Ke rumah kucing tempatnya
Pasti disana kucing-kucing manja nan lucu akan menjemputmu untuk bermain
Tapi
Tiba-tiba aku teringat pesan ayahku
Jangan jadi benalu nak!
Ya, saat itu juga aku urungkan niatku
Karena aku tidak ingin jadi benalu, ayah.
Kamis, 24 September 2015
Minggu, 20 September 2015
So I know where I stand
Saya sudah belajar banyak, saya pasti tahu dimana saya harus tegak berdiri. So I know where I stand laa
Saya paham "hanif" itu ada kadarnya setiap kadar ada tingkatannya dan saya pikir setiap tingkatan akan bertemu dengan tingkatan yang sama. So I know where I stand laa
Saya sadar saya tak kan bisa menyamakan "mu" bahkan "nya". Betul katamu, saya anak baru dalam Islam. Pemahaman saya pun tak sehebat "mu" dan "nya". Belum lagi ilmu tentang bahasa, romantisme religius, dan segudang ilmu lainnya yang saya tak punya. jadi wajarlah kamu tidak terlalu tertarik dekat kembali dengan ku. So I know where I stand laa
Saya percaya seraya berdoa Allah akan memberikan yang terbaik untukmu. Kalaupun bukan dia tentulah bukan saya. Allah Maha Adil, hanya itu yang saya debarkan di hati ketika warna pink menjadi hitam.
And Finally, So I know where I stand laa
Jakarta, 20 September 2015
Saya paham "hanif" itu ada kadarnya setiap kadar ada tingkatannya dan saya pikir setiap tingkatan akan bertemu dengan tingkatan yang sama. So I know where I stand laa
Saya sadar saya tak kan bisa menyamakan "mu" bahkan "nya". Betul katamu, saya anak baru dalam Islam. Pemahaman saya pun tak sehebat "mu" dan "nya". Belum lagi ilmu tentang bahasa, romantisme religius, dan segudang ilmu lainnya yang saya tak punya. jadi wajarlah kamu tidak terlalu tertarik dekat kembali dengan ku. So I know where I stand laa
Saya percaya seraya berdoa Allah akan memberikan yang terbaik untukmu. Kalaupun bukan dia tentulah bukan saya. Allah Maha Adil, hanya itu yang saya debarkan di hati ketika warna pink menjadi hitam.
And Finally, So I know where I stand laa
Jakarta, 20 September 2015
Selasa, 15 September 2015
Tebak Hati
Aku tahu kau sangat marah padaku
Kau kesal padaku
Jika saja tak ada orang di sekeliling kita
Sudah tentu kau tampar aku
Kau pukul dada ku berulang-ulang
Dan kau keluarkan semuanya dengan tangis mu
Benarkah begitu?
Ya, karena
Kita saling tahu tapi berjihad untuk pura-pura saling tidak tahu
Kamu lelah, kebanggaanku?
Sama, akupun lelah
Tapi trauma ini membuatku lemah bukan lelah
Depok, 15 September 2015
Kau kesal padaku
Jika saja tak ada orang di sekeliling kita
Sudah tentu kau tampar aku
Kau pukul dada ku berulang-ulang
Dan kau keluarkan semuanya dengan tangis mu
Benarkah begitu?
Ya, karena
Kita saling tahu tapi berjihad untuk pura-pura saling tidak tahu
Kamu lelah, kebanggaanku?
Sama, akupun lelah
Tapi trauma ini membuatku lemah bukan lelah
Depok, 15 September 2015
Minggu, 06 September 2015
Enam
Saya ragu ke KLCC. Pesan itu saya kirim ke dia. Saya tahu tak kan dibalas tapi setidaknya menunggu bukanlah waktu yang membosankan bagi saya.
"You belum tidur ke?" Tiba2 pesan itu masuk ke hapeku.
"Kamu belum tidur juga kan" balasku
"Jadi tak kita ke KLCC?". Tanyanya
"Saya tidak mau merepotkanmu, saya sendiri saja" ujarku
Iya, bagaimana mungkin aku merepotkan kamu. Walaupun sebenarnya tentu aku ingin. Kataku dalam hati.
"Eeee tak repot la, saya pun senang antar you ke KLCC" katanya
"Tak usah :) saya sendiri saja" tegasku
"Up to you lah" diiringi emote sebalnya.
Seandainya saja kamu tahu saya ingin sekali menghabiskan waktu bersama mu. Pikirku
"Tak tidur?" Tanyaku
"Tak" hanya itu jawabnya
"Janganlah marah :) saya hanya tidak ingin merepotkanmu :)" coba ku menenangkannya.
"Iya" hanya itu jawabnya.
"Hmm... bagaimana kalau kita sholat Tahajud?" Ajakku karena waktu menunjukkan pukul 02.30 pagi.
"Ya, wudhu la kita" sambil emote senyum yang dia kirimkan.
"Alhamdulillah, yuk" sangat senang ku menjawabnya.
"Dreen besok saya pulang" kirimku berharap dia mengerti aku sangat gelisah.
Hanya emote senyum yang aku terima dan kata "Wudhu la, semoga Allah mengingat sholat kita malam ini" ujarnya
"Ya, amin" kataku
"Selamat sholat, maulana" tutupnya
(Bersambung)
"You belum tidur ke?" Tiba2 pesan itu masuk ke hapeku.
"Kamu belum tidur juga kan" balasku
"Jadi tak kita ke KLCC?". Tanyanya
"Saya tidak mau merepotkanmu, saya sendiri saja" ujarku
Iya, bagaimana mungkin aku merepotkan kamu. Walaupun sebenarnya tentu aku ingin. Kataku dalam hati.
"Eeee tak repot la, saya pun senang antar you ke KLCC" katanya
"Tak usah :) saya sendiri saja" tegasku
"Up to you lah" diiringi emote sebalnya.
Seandainya saja kamu tahu saya ingin sekali menghabiskan waktu bersama mu. Pikirku
"Tak tidur?" Tanyaku
"Tak" hanya itu jawabnya
"Janganlah marah :) saya hanya tidak ingin merepotkanmu :)" coba ku menenangkannya.
"Iya" hanya itu jawabnya.
"Hmm... bagaimana kalau kita sholat Tahajud?" Ajakku karena waktu menunjukkan pukul 02.30 pagi.
"Ya, wudhu la kita" sambil emote senyum yang dia kirimkan.
"Alhamdulillah, yuk" sangat senang ku menjawabnya.
"Dreen besok saya pulang" kirimku berharap dia mengerti aku sangat gelisah.
Hanya emote senyum yang aku terima dan kata "Wudhu la, semoga Allah mengingat sholat kita malam ini" ujarnya
"Ya, amin" kataku
"Selamat sholat, maulana" tutupnya
(Bersambung)
Sabtu, 05 September 2015
Lima
Pergi ku menuju balkon belakang. Ku pandangi luasnya penginapan ini. Aku berhadap-hadapan dengan kamar di gedung lain. Biasanya aku saling menyapa dengan kawanku di kamar seberang gedung ini setiap malam. Tapi malam ini, sunyi sekali...
Kembali, harus ku ucapkan esok tak kan ada pemandangan ini lagi. Rasanya aku ingin melahap semua pandangan dari setiap sudut gedung dan kamar ini. Aku tak mau sia-siakan malam ini. Pikirku
Ku pandang langit gelap nan bersih di atas gedung dari balkon. Ku susuri bintang yang memancar setitik, seperti titik-titik harapan terakhir ku untuk tetap bisa disini
Aku lama diam, terlalu lama dan tidak peduli pukul berapa waktu saat ini. Pikiranku melayang namun hanya satu tujuan ku. Aku tak mau pulang
(Bersambung)
Kembali, harus ku ucapkan esok tak kan ada pemandangan ini lagi. Rasanya aku ingin melahap semua pandangan dari setiap sudut gedung dan kamar ini. Aku tak mau sia-siakan malam ini. Pikirku
Ku pandang langit gelap nan bersih di atas gedung dari balkon. Ku susuri bintang yang memancar setitik, seperti titik-titik harapan terakhir ku untuk tetap bisa disini
Aku lama diam, terlalu lama dan tidak peduli pukul berapa waktu saat ini. Pikiranku melayang namun hanya satu tujuan ku. Aku tak mau pulang
(Bersambung)
Selasa, 01 September 2015
Empat
"Dhel, mungkin besok ketika kamu bangun, kamu tidak akan menemukan saya lagi karena pesawat pagi sehingga saya harus secepatnya ke bandara".
Aku terdiam.
"Saya ucapkan terimakasih atas persahabatan yang baik ini. Terimakasih sudah mau mendengarkan semua cerita ku. Dhel kamu harus kuat. Ingat ya jangan sakiti diri kamu hanya karena orang lain. Saya senang mengenalmu. Saya pasti sangat merindukanmu, setiap bercandaan mu, setiap kata "No" yang kamu ucapkan dengan nada yang sangat panjang". Katanya sambil tersenyum
"Ya gap, saya pasti juga merindukanmu". Jawabku pelan
Sejenak kami terdiam, sampai akhirnya aku berinisiatif membuka lemari ku sambil ku ambil oleh-olehku
"Gap, kamu boleh pilih yang terbaik menurut mu". Kataku
"Benarkah?". Seolah ia tak percaya
"Ya". Jawabku sambil tersenyum
Dia terlihat antusias namun bingung mau memilih yang mana. Pada akhirnya ia sepertinya tertarik dengan baju bewarna putih bergambar sepeda onthel.
"Saya pilih ini, ini gambar apa dhel?". Tanyanya
"Ini sepeda onthel khas transportasi di Jakarta zaman dahulu".
"Keren". Katanya
"Teremakasih dhel". Diucapkannya dalam bahasa Indonesia
Aku tersenyum sambil menepuk pundaknya dan keluar dari kamar,
aku sedih. Terlalu sedih
(Bersambung)
Aku terdiam.
"Saya ucapkan terimakasih atas persahabatan yang baik ini. Terimakasih sudah mau mendengarkan semua cerita ku. Dhel kamu harus kuat. Ingat ya jangan sakiti diri kamu hanya karena orang lain. Saya senang mengenalmu. Saya pasti sangat merindukanmu, setiap bercandaan mu, setiap kata "No" yang kamu ucapkan dengan nada yang sangat panjang". Katanya sambil tersenyum
"Ya gap, saya pasti juga merindukanmu". Jawabku pelan
Sejenak kami terdiam, sampai akhirnya aku berinisiatif membuka lemari ku sambil ku ambil oleh-olehku
"Gap, kamu boleh pilih yang terbaik menurut mu". Kataku
"Benarkah?". Seolah ia tak percaya
"Ya". Jawabku sambil tersenyum
Dia terlihat antusias namun bingung mau memilih yang mana. Pada akhirnya ia sepertinya tertarik dengan baju bewarna putih bergambar sepeda onthel.
"Saya pilih ini, ini gambar apa dhel?". Tanyanya
"Ini sepeda onthel khas transportasi di Jakarta zaman dahulu".
"Keren". Katanya
"Teremakasih dhel". Diucapkannya dalam bahasa Indonesia
Aku tersenyum sambil menepuk pundaknya dan keluar dari kamar,
aku sedih. Terlalu sedih
(Bersambung)
Langganan:
Postingan (Atom)