Jumat, 28 Februari 2014

Kepala Dua, Sebuah Refleksi Diri



Alhamdulillah, segala puji bagi Tuhan Semesta Alam, Allah Subhana wa ta’ala atas segala rahmatnya, atas setiap tetes darah yang mengalir dalam tubuh ini, atas setiap tarikan nafas yang di izinkan-Nya, atas setiap gerak yang tangan ini, kaki ini, badan ini lakukan, yang aku tahu Demi Allah ini akan dimintakan pertanggungjawabannya kelak.

Terimakasih ya Allah aku haturkan kepada-Mu atas segala nikmat yang Engkau berikan padaku. Entah berapa banyak itu, yang aku tahu sudah terlalu banyak aku mengingkari nikmat-Mu. Sudang terlalu sering aku menganggap bahwa itu karena murni kemampuanku, kadang aku lupa, aku ini siapa.

Hari ini, tepat dua puluh tahun umurku, cukup sebenarnya untuk belajar siapa aku, dimana aku, dan mau kemana aku. Tapi selalu gagal, kesombongan diri ini membuat pertanyaan itu sudah berhasil dijawab tapi sebatas teori. Pada praktiknya aku lebih banyak lupa akan siapa diri ku, dimana aku, dan mau kemana aku. Kadang aku malu. Malu, untuk mengadu pada Rabbku ketika aku tertimpa masalah, aku malu akan dosa-dosaku. Dosa yang pasti bagai lautan. Bayangkan dua puluh tahun.

Kepala dua, biasanya sebutan untuk ketika menginjak usia kelipatan sepuluh  yang ke dua. Artinya, sudah tua. Simpel kan. Aku teringat, sangat jelas dalam pikiran ku, pertama kali aku menginjak usia sepuluh tahun. Aku bangga sekali disebut kepala satu. Sekarang sudang kepala dua. Kalian tahu? Rasanya hanya seperti mengedipkan bola mata. Sekejap, lalu umurku sudah jauh berubah.

Sudah banyak yang aku lalui, walau tak sebanyak asam garam orang yang kepala tiga dan seterusnya. Tapi sudah cukup lumayan aku melihat dunia ini. Bagaimana sistemnya, cara kerja orang-orang dalam bertahan hidup, mana yang baik mana yang buruk, bahkan sedikit-sedikit aku kadang sudah bisa menebak bagaimana kepribadiaan seseorang ketika aku mulai bersosialisasi dengannya. Mana orang baik dan mana orang buruk. Menginjak kepala dua ini, ku mulai pintar-pintar memilih teman.

Inilah hidup. Alhamdulillah sampai saat ini, aku sehat wal afiat tanpa kurang satu apapun. Sampai saat ini keluarga adalah tempat terbaik untuk aku melepas ketakutanku akan keyakinan untuk bisa bersaing hidup nantinya di masyarakat. Mudah-mudahan Allah selalu memberikan perlindungannya kepada aku dan keluargaku dari mara bahaya, cobaan, dan godaan syetan yang terkutuk. Itu doa dan harapan pertama ku untuk usiaku kali ini.

Menginjak kepala dua ini, banyak hal yang harus aku perbaiki dan banyak hal yang harus aku selesaikan. Yang paling berubah dari diriku adalah, aku mulai takut untuk melihat dunia kedepan. Aku takut tak dapat bersaing di masyarakat. Aku takut apakah aku akan hidup normal. Pesimis ku kembali lagi. Itu kelemahanku, dan aku harus bongkar itu. Tapi aku bersyukur, setidaknya aku sadar, sehingga aku bisa cepat-cepat bergegas untuk berhijrah.

Hijrah, ya aku harus berhijrah. Bukan artinya aku pindah ke suatu tempat. Tapi diriku yang berhijrah. Kepalaku sudah dua. Sudah tua. Harusnya menurut umur aku sudah mulai mampu menghasilkan uang pribadi. Tapi nyatanya belum. Dua tahun lagi, harus siap masuk ke dunia kerja. aku harus menjadi lebih baik lagi. Mengasah diri dengan baik. Itu targetku satu tahun ke depan. Lebih baik di agama, perilaku, dan kemampuan akademik dan softskillsku. Mudah-mudahan target-target itu semua tercapai, Amin.

            Harapanku, semoga setahun kedepan aku dapat lebih baik lagi. Baik tutur kata dan perangai ku. Menjadi lebih dewasa, dapat membanggakan kedua orang tuaku, sehat aku dan keluargaku. Allah sampaikan umurku dan keluargaku ke tahun depan, Allah jaga kami, Allah lindungi kami, Allah pelihara kami, Allah mudahkan niat-niat baik kami, Allah buat kami ke arah yang lebih baik lagi. Allah kabulkan semua doa-doa ku. 


            Mungkin terkesan agak berantakan tulisanku ini, aku tulis ini di dalam kereta dan rumah ketika detak jantung jam hampir mendekati angka dua belas di tanggal 1 Maret 2014. Setidaknya sebagai tanda syukurku dan pengingatku akan banyaknya kekuranganku dan target serta harapanku setahun kedepan. Semoga Allah memperbolehkan aku menulis lebih banyak lagi refleksi diri untuk tahun-tahun berikutnya. 


            Selamat ulang tahun Fadhel, semoga menjadi lebih baik lagi, berguna untuk orang banyak. Hijrahlah ke arah yang lebih baik. Ingat, umurmu sudah menginjak kepala dua. Tidak ada waktu tuk bermain-main lagi. Agamamu menunggu untuk lebih dipelajari olehmu. Orang tuamu menunggu untuk dibahagiakan olehmu, Harapanmu tak harus muluk-muluk, walau berharap kau bisa menjadi orang yang berguna suatu hari kelak.

Salam,

Fadhel Maulana Ramadhan
20 Tahun