Senin, 13 Desember 2010

Demokrasi Kita Demokrasi Indonesia

Oleh : Fadhel MR

Seminggu ini istilah itu yang sering bahkan terlalu sering saya dengar. Bagaimana tidak? DIY atau yang sering kita sebut Yogyakarta ini belakangan ini selalu menjadi bahan berita baik di televisi, radio, dan surat kabar. Dari berita-berita tersebut kebanyakan berjudul "Yogyakarta Menggugat". Saya yakin anda sudah tau apa masalahnya sampai-sampai puluhan ribu orang memadati kantor DPRD untuk mengikuti rapat terbuka pernyataan sikap para anggota dewan. Ini berawal dari rencana pemerintah yang katanya ingin menegakkan pilar-pilar demokrasi di Yogyakarta. Sebetulnya saya agak geli mendengar rencana ini. Apakah selama ini Yogyakarta mempunyai masalah dengan sistem kesultanan mereka? Orang lagi adem ayem kok malah digangguin begitu kata yang keluar dalam benak saya. Ditambah lagi dengan pernyataan pak SBY mengenai demokrasi itu tidak dapat bertabrakan dengan monarki. Pertanyaan saya, apa yang bertabrakan? Monarki macam apa yang dimaksud? Toh, Yogyakarta bukan monarki absolut. Selama ini Yogyakarta mempunyai DPRD toh, partai-partai menjamur toh, Hak Asasi Manusia ditegakkan toh, dan siapa saja boleh mengeluarkan pendapat toh? Jadi, apa yang bertabrakan? Demokrasi mana yang tidak dijalankan? Apakah pemerintah mau menjalankan demokrasi murni? semurni-murninya? Kalo iya, saya akan tertawa terbahak-bahak. Asal anda tahu, di negara manapun saya rasa tidak ada negara yang menjalankan suatu paham secara murni? Sekarang saya tanyakan, apakah ada sampai sekarang yang masih menganut sistem ekonomi kapitalis murni? Tidak ada, bahkan Amerika akhirnya terseok-seok dengan paham kapitalis mereka itu dan sekarang mereka secara tidak langsung tidak lagi memakai sistem kapitalis murni melainkan campuran. China? Dengan paham sosialis mereka? Sekarang, akibat mereka banyak mengadopsi paham dari kapitalis secara tidak langsung, mereka menjadi salah satu negara yang disegani. Begitu pula dengan demokrasi. Tidak ada yang murni. Mengapa? Karena demokrasi itu dapat dikatakan demokrasi apabila sistem demokrasi itu dijalankan sesuai kondisi dan keadaan di suatu wilayah itu. Maka, kalau kita mau buat demokrasi buatlah demokrasi Indonesia yang tetap memegang nilai-nilai sejarah yang arif. Mengapa Yogyakarta dinamai Daerah Istimewa Yoyakarta? Tentu karena ada sesuatu yang Istimewa disitu. Itulah sistem pemerintahan yaitu Kesultanan. Kalo pemerintah mau menciptakan demokrasi semurni-murninya lalu mengapa tidak juga menetapkan pemilihan langsung untuk Walikota Jakarta? Pasti dijawab karena Jakarta adalah Daerah Khusus Ibu Kota. Yaaa begitu juga dengan Yogyakarta. Kalo gitu, jangan-jangan nanti ada juga yang menuntut agar Aceh memakai hukum negara dan bukan hukum agama Islam yang selama ini dilakukan di Aceh. Lalu mulai lagi pemberontakan, Mulai lagi perang bertahun-tahun, stabilitas negara terganggu, perdamaian susah untuk diciptakan lagi, orang hidup susah karena perang, ayah ditembak di depan anaknya. Ah, terlalu banyak resikonya hanya karena opini-opini para intelektual kita yang Seharusnya menjadi pencerah tetapi malah menjadi orang yang memanipulasi ilmu dan hanya karena para penguasa egois yang mengatasnamakan menciptakan keadilan dan demokrasi di negeri ini. Saya sangat mendukung akan adanya demokrasi tetapi marilah kita melihat dengan sudut pandang yang bijak. Mari kita pelajari dengan seksama apa arti Daerah Istimewa yang disematkan pada Yogyakarta. Mari kita hargai nilai-nilai sejarah bangsa kita sendiri, dan mari kita melepaskan keegoan dari opini kita masing-masing. Semoga bangsa kita ini dapat menjadi bangsa yang bijak, arif, dan adil. Ingat! Demokrasi kita demokrasi Indonesia