Senin, 26 Agustus 2013

Pulang

Tulisan ini mungkin akan terasa sangat emosional karena dibuat tatkala memang si penulis sedang mengalaminya. Sebelumnya, aku ingin mengucapkan rasa kagumku kepada teman-teman yang sudah berani keluar dari zona nyamannya untuk jauh dari orang tua dan keluarga dalam menuntut ilmu. Mereka menahan rasa amarah mereka tatkala keputusan Tuhan mereka harus jauh merantau hanya untuk menuntut ilmu. Mereka mampu mendobrak rasa yang sebenarnya malaikatpun tak sanggup untuk mendobraknya, rasa yang sangat merasa jauh dari orang tua dan keluarga. Pikirku mudah, ternyata sangat sulit. Rasanya tak ada gunanya ilmu yang kita cari ini. Ketika ku dirumah, rasa untuk melakukan hidup mandiri itu begitu membara dalam otakku. Ku yakin bisa menjalankan misi hidup ini sendiri dengan sebaik mungkin. Mungkin juga karena jiwa mudaku yang suka memberontak norma-norma yang memang sebenarnya telah ajeg di masyarakat. Walaupun memberontak disini bukan dalam arti kasar dan berat. Namun itu semua salah, baru dua hari disini aku sudah uring-uringan. Entahlah, rasanya jauh dari orang tua dan keluarga seperti hidup di awang-awang tak jelas kemana arah tujuan. Tak ada yang enak, makanpun yang biasanya ku lahap seperti tak ada rasanya. Ingin sekali pulang, tapi apa daya ku harus terus mencoba dahulu. Aku bukan orang pengambil keputusan tiba-tiba semua telah kupikirkan resikonya. Walaupun akhir-akhir ini ku berpikiran ke arah sebaliknya. Ku rindu kedua orang tuaku. Oh, begini rasanya tinggal jauh dari mereka. Pantas saja lelucon yang ku hadirkan bahwa temanku merantau, mereka berdua, menyuci baju bersama, disitu pula mereka sama-sama menangis kangen keluarga ternyata bukan sekedar lelucon. Ini fakta, tawa orang-orang akibat banyolanku tadi sekarang yang membuatku tertawa karena ternyata aku mengalaminya sendiri. Kini ku sadar, apa arti pulang. Rumah akan selalu menjadi tempat bernaung ternyaman seantero jagat raya ini. Mungkin saja rumah kita kecil, mungkin saja isinya ributan hal-hal kecil yang menjadi besar setiap hari terus begitu menjadi berulang-ulang. Mungkin saja rumah menjadi tempat yang muak tatkala kita suka dicemoohkan atau merasa tidak diperdulikan. Tapi ketika kita jauh dari rumah. Dalam hal ini rumah beserta isi-isinya termasuk penghuninya. Maka saat itu juga kita akan mengatakan, rumah adalah tempat terbaik untuk pulang. Kini ku tahu mengapa ayahku selalu pulang tengah malam walaupun ia disediakan kamar hotel mewah pada kegiatan rapat-rapatnya di Jakarta. Kini ku sadar mengapa ayahku selalu memesan tiket tercepat setelah acara selesai untuk kembali ke rumah. Kini ku dengar mirip batuk khas ayahku, entah dari mana. Tapi mungkin itu suara yang dikirimkan Tuhan atas rinduku padanya. Kini ku lihat kata-kata kangen ibuku yang ditujukan kepadaku dan raut muka wajahnya yang tak bisa dibohongi atas kepergianku tuk mencari ilmu. Kini ku lihat mereka dalam mimpiku tadi malam. Kini ku tahu, arti Pulang :) :) :)


Depok, 26 Agustus 2013